Top Social

Selaksa Kisah Pandemi di Negeriku

Kamis, 28 Oktober 2021

             Hampir dua tahun sudah pandemi covid 19 menyerang Indonesia. Banyak kisah hadir dari peristiwa ini, banyak hikmah yang kemudian bisa kita petik.

 

Menuju November 2021.

            Apa saja pembaharuan diri yang sudah kita lakukan karena teguran pandemi?. Apakah kita makin rajin ibadah dari sebelumnya atau justru sibuk merutuki keadaan dan malah makin jauh dariNya?. Atau mungkinkah kita justru makin mawas diri dan kemudian berhati-hati dalam berperilaku?.

            Sudah berulang kali aku menarik nafas panjang, apalagi salah satu kerabat dekatku juga ada yang kemudian pergi untuk selamanya dikarenakan virus corona. Belum lagi pemberitaan yang kian mencekam, di mana lebih dari 100 orang per hari meninggal akibat virus mematikan ini, hingga akhirnya diberlakukannya PPKM (Program Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Sempat aku menangis di suatu dini hari, membayangkan kalau hari-hariku akan makin banyak di rumah. Belum lagi karena waktu itu belum punya kendaraan pribadi, maka makin sulitlah gerakku karena tak berani naik transportasi umum, karena takut tertular virus corona. Namun apa mau dikata, justru pandemi tak kunjung reda, malah justru datang varian baruyang lebih mencekam.

Sumber Gambar Pixabay.com

            Jadi apalagi yang bisa kita perbuat?. Terus berpangku tangan melihat semua ini?. Atau justru kita bangkit walau dalam hati meringis?. Aku pribadi justru memilih untuk bangkit, aku ingin bangkit, aku ingin bangkit walau kadang nafasku terengah. Aku ingin buktikan, bahwa aku percaya, Allah menyertai hambaNya yang yakin akan ketetapanNya. Aku percaya bahwa ada hikmah dari selaksa pandemi ini, aku yakin suatu hari akan kembali terbit pelangi di negeriku ini, negeri Khatulistiwa.

 

Sore Hari Masih di Penghujung Oktober 2021

            Part 1 Berbagilah

            Sampai saat ini aku masih teringat akan pandanganku pada sesosok wajah kumal dengan kostum badut yang tak kalah kumal. Usianya sekitar 14 tahun, membawa kostum kepala badut kumal berwarna kuning di lengannya. Ia mengantri kasir bersamaku. Kupandangi wajahnya, terlihat wajah yang tak ceria. Kuperhatikan apa yang ia bayar. Ia membayar sebungkus rokok pada kasir. Ingin rasanya kubelikan biscuit atau susu kotak, tapi bisa jadi ia tak suka. Usai membayar, ia pun keluar toko mendahuluiku.

Sumber Gambar pixabay.com


            Usai membayar, aku pergi ke parkiran mengambil sepeda motor. Saat aku mengendarai sepeda motor, terlihat anak kecil tadi duduk dekat pos satpam komplek, ia sedang menyesap rokok yang barusan ia beli. Asap rokok itu mengepul, wajahnya seperti sedang menikmati kepulan asap, rona wajahnya pucat pasi, seperti sedang menerima keadaan walau tak ingin.

            Aku membayangkan, saat seusia itu, aku duduk manis di kamar. Belum lagi ada mama yang senantiasa menyediakan makanan setiap hari bagiku. Walau sederhana, tapi setidaknya cukup, setidaknya aku tak harus menjadi badut kumal dulu untuk hanya sekedar bertahan hidup. Hatiku sekilas menjadi pilu, ya Allah, masihkah aku menjadi kufur nikmat hingga hari ini?. Apakah aku masih patut disebut manusia, ketika aku masih saja menghitung-hitung saat ingin bersedekah?.

            Sampai saat ini memoriku masih lekat akan anak berkostum badut itu. Jika ingin memilih, mungkin saja ia juga mau les mengaji atau les bahasa Inggris saat sore hari. Pasti ia juga mau seperti anak lainnya yang memegang ­gadget di rumah sembari ditemani cemilan yang dibuatkan oleh ibu mereka. Atau mungkin bisa jadi ia juga ingin seperti anak-anak lainnya yang mungkin belum bangun dari tidur siangnya. Ya Allah.

            Sekelumit kisah anak badut tadi justru membuatku miris. Memang sudah selayaknya kita wajib untuk berbagi. Aku jadi teringat akan beberapa hal yang dicontohkan oleh beberapa publik figur di laman instagram mereka, memberikan makanan terenak yang menjadi favorit mereka dan juga beragam sembako dan cemilan enak untuk mereka yang kurang beruntung di jalan sana. Seperti yang dicontohkan oleh Umi Pipik yang memberikan beberapa kantong berisikan sembako dan cemilan untuk para bapak tua pembawa gerobak di pinggir jalan, atau misalnya Prabu Revolusi berserta istrinya ZeeZee Shahab yang berbagi nasi kotak Wong Solo sebagai makanan favorit mereka kepada orang-orang yang kurang mampu di pinggir jalan. Sungguh patut ditiru, agar tak ada lagi pilu di hati ini.


Sumber Gambar pixabay.com

            Selaksa pandemi di negeriku belum usai, makin banyak anak-anak yang kemudian menjadi ‘manusia silver’ (mengecat badan mereka dengan pewarna silver lalu menodongkan tangan meminta sebagian rezeki). Bayi berusia 1 tahun yang digendong ke sana kemari oleh ibunya di pasar ikan dengan dalih ingin diberi sedekah, ada juga anak kecil berusia 4 tahun yang harus rela berkeliling hingga malam hari bersama bapaknya yang menjadi badut. Belum lagi remaja yang seharusnya belajar, justru terpaksa mengais rezeki dengan menemani keluarganya menjadi ondel-ondel hingga dekat tengah malam. Sungguh miris, di mana di ujung jalan yang lain ada yang asyik nonton bioskop dan selesai berbelanja barang branded sementara di ujung jalan yang lainnya masih ada yang tak nyenyak tidur beralaskan langit karena kelaparan.

 

Part 2 Bersyukurlah

            Adanya kita di dunia ini, semuanya telah tertulis dalam takdirNya. Yakinlah, tak akan selamanya kita selalu diuji dalam ketidakmampuan, dalam kesedihan. Siapa yang tak sedih saat ini, banyak orang yang tidak hanya kehilangan pekerjaan, bahkan juga kehilangan belahan jiwanya. Namun apa yang bisa kita lakukan untuk itu semua selain bersyukur?. Bersyukurlah, maka Allah akan menambahkan rahmatNya padamu. Toh rahmat tak harus melulu rezeki materi kan? Nikmat ketenangan dan kesabaran yang kita tuai itu juga merupakan suatu rahmat dariNya.

            Bersyukurlah dalam keadaan sebaik-baiknya bersyukur. Bersyukur untuk mencari rahmatNya dengan jalan berusaha sebijak mungkin menjalani kehidupan. Bersyukur dengan cara menjaga kesehatan, rutin berolah raga dan juga makan makanan yang sehat. Bersyukur dengan cara senantiasa berpikiran positif dan senantiasa memperbaiki cara ibadah agar menjadi lebih baik. Bersyukur untuk senantiasa memberikan yang terbaik dalam setiap amanah pekerjaan yang diberikan. Bersyukur untuk senantiasa tak merasa jumawa atas apa-apa yang telah diraih.


sumber gambar pixabay.com

            Bersyukur bukan bearti hanya nrimo akan keadaan. Bersyukur justru membuat kita makin merasa tercambuk untuk melakukan beberapa terobosan baru dalam hidup. Misal, mulai saat ini saya akan rajin berolahraga atau misal mulai hari ini saya akan mengalokasikan pendapatan saya untuk bersedekah atau misalkan lagi bersyukur untuk kemudian berjanji menambah wawasan dan mengembangkan potensi. Apapun yang kita lakukan untuk menjadi poin positif dalam diri kita, itulah bersyukur.

            Sungguh bukan waktunya lagi kita saling menjatuhkan, atau misalnya menjelekkan orang lain karena kalah saingan, sungguh bukan waktunya lagi, apalagi sampai memendam dendam hingga bertahun-tahun. Ada baiknya kita bersyukur, bersyukur karena Allah SWT turunkan ujian ini.

            Selaksa pandemi covid 19. Terima kasih akan pita kisah hidup yang telah kau beri pada kami. Terima kasih atas segala hal yang telah dirasa hingga menuju akhir tahun ini. Semoga kita semua bisa memetik hikmah.

                                                                                                Jakarta yang Gerimis, di Hari Kamis

 

 

           

           

5 komentar on "Selaksa Kisah Pandemi di Negeriku"
  1. Sedih aku bacanya mbak. Terutama kisah badut tadi. Hikss.. Menjadi teguran banget buat aku agar senantiasa berbagi dengan sesama..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Neng, makanya Mbk jg sedih sekali lihatnya... kasihan.. tp ya gmn, mau kasih kue atau apa malah segan.

      Hapus
  2. Ah makin mengetuk hati untuk terus berbagi. Terimakasih sharing tulisannya 😍

    BalasHapus
  3. yah, pandemi ini untuk sebgaian orang juga banyak rasaya syukur dan kenikmatan, oleh karena itu sebagai pribadi kita harus bisa bersyukur juga dnegan kondisi daripada mengeluh, sebab di belahan lain banyak yang juga punya masalah

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya betul Mbk. Bersyukur adlh kunci kehidupan. Bismillah. Semangat.

      Hapus