Top Social

3 Bakso Recommended Di Jakarta Barat

Kamis, 18 November 2021

            Siapa di sini yang suka makan bakso? Pasti banyak yah peminat bakso di sini. Nah, aku adalah salah satu penggemar bakso. Aku bisa saja makan bakso hampir tiap hari loh (ssst.. ini kalau bikin sendiri yah, karena hemat di kantong,hehe).


             Bakso pada awalnya merupakan kudapan yang berasal dari negeri Cina, yang kemudian diakulturasi menjadi makanan khas Indonesia. Pada awalnya bakso dibuat dengan menggunakan bahan baku daging babi yang kemudian dicampur dengan tepung aci/tepung sagu, serta bahan lainnya yang kemudian disajikan dengan kuah kaldu hangat. Namun, setelah mengalami perjalanan panjang, akhirnya bakso kemudian diakuisisi sebagai kuliner khas Indonesia yang disajikan dengan selera khas Indonesia yang kebanyakan berbahan baku daging sapi, khususnya daging sapi bagian khas.


            Saat ini, bakso sudah banyak dibuat dengan beragam varian kreasi, ada bakso isi daging ayam cincang, bakso isi telur puyuh, bakso mozzarella, bakso sapi isian seafood, bakso gepeng, bakso kuah taichan, dan masih banyak lagi. Sebagai penggemar berat bakso, tentu saja aku sangat bahagia dong sekarang, karena makan bakso nggak melulu begitu-begitu saja. Sebagai generasi 90an, zaman dulu mah kalau ngebakso ya gitu deh, bakso dicampur mie kuning+putih, kemudian dicampur kuah kaldu lalu dihidangkan dengan kuah kaldu, bawang goreng, kecap dan sambel. Nah, kalau sekarang ada beragam cara untuk menikmati bakso, bisa dibakar, ada lagi itu bakso tumpeng yang gede banget ukurannya, belum lagi cara menikmati bakso dengan menggunakan pisau makan dan garpu, bukan lagi menggunakan sendok garpu karena saking besarnya ukuran bakso, haha.


            Dulu tuh, waktu zaman aku masih suka hang out bareng teman, aku suka keliling nyobain beragam varian bakso di Yogya, tapi yang paling bikin wow itu ya pas makan bakso klenger yang ada di daerah sekitaran Gejayan (aku lupa sih alamat pastinya, yang jelas namanya itu bakso klenger). Ukuran bakso yang disajikan di sana, beneran big size! Mungkin ada itu perporsi menggunakan daging hampir 250 gram! So, ya pasti kita juga makannya pakai pisau makan dan garpu, haha! Tapi enak loh baksonya, kalau kalian ada kesempatan main ke Yogya, silahkan cicipi bakso klenger ya. Nah kalau bakso yang kusuka di Yogya itu ada juga bakso uleg yang dulu ada di Jalan Kaliurang km. 6,5 (sekitaran situ deh ya). Bakso ini maksudnya bukan bakso diuleg sama cabe terus dimakan gitu, bukaan. Tapi baksonya itu dihidangkan dengan kuah kaldu hangat, yang di mana kita bisa request mau cabe rawit ijo nya berapa, kemudian nanti diuleg dadakan gitu dan dimasukkan ke mangkok saji dan sepertinya ada juga ulegan sedikit bawang putih, kemudian nanti akan disantap beserta ketupat yang telah diiris dalam satu mangkok. Rasa bakso uleg ini seger loh, jadi agak beda memang dari penyajian bakso kebanyakan.


            Okey, aku juga ada beberapa review nih soal hidangan bakso yang ada di Jakarta Barat. Menurutku ini adalah jajaran 3 bakso terenak versi aku ya! Yuk disimak.


Baca juga Resep Bakso Anti GAGAL


1.      Bakso JWR Tanjung Duren

Aku tuh ya, kalau soal makan bakso itu banyak mikirnya kalau di Jakarta. Soalnya aku tuh maunya itu bakso beneran halal dan higienis. Nah, setelah lama mencari, akhirnya aku temukan bakso JWR ini. Awalnya sih lihat di internet yah, alhamdulillah ternyata tempat bakso ini dekat dengan rumah. Bisa lah pakai motor ke sana, sekitaran 10 menit sampai (kalau gak macet loh ya, hehe). Bakso ini sudah mengantongi sertifikat halal MUI dan BPOM. 




Bakso JWR Tabjung Duren, Sumber Gambar IG Bakso JWR

Menurutku bakso ini paling enak di Jakarta Barat, karena rasa kuahnya yang otentik dan daging baksonya yang kenyal dan terasa kuah kaldu sapinya. Pilihan favoritku yakni bakso urat dengan mie sohun. Aku suka sekali karena dengan harga Rp 30.000,- kita sudah bisa menikmati semangkok bakso yang lezat. Bakso urat di bakso JWR ini yakni 8 buah bakso urat berukuran sedang yang disajikan dalam satu mangkok beserta mie, varian mienya ada mie kuning, mie bihun dan mie sohun. Pas sih menurutku dengan harga segitu, sudah bikin kita kenyang banget.


Saat Berkunjung Ke Bakso JWR Tanjung Duren


Ada juga varian bakso lain, yakni bakso telur, bakso iga dan masih banyak lagi. Nah di sana juga ada tersedia, bakso frozen, bihun tumis, pangsit goreng dan masih banyak lagi. Ada juga menu es teller dan es campur yang enak banget. Selain itu yang bikin aku tambah suka, tempatnya bersih dan pelayannya pun memakai seragam yang bersih. Menurutku sih itu catatan penting untuk para pelaku usaha kuliner, menjaga kebersihan dalam penyajian maupun tempat usaha.

 

 2.      Bakso Titoti Wonogiri Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Bakso ini juga gak kalah enak guys! Kalau kalian ke Kebon Jeruk Jakarta Barat, silahkan mampir ke outlet Bakso Titoti ya. Di sini, bakso disajikan dengan irisan kikil sapi yang diiris tipis. Kuah baksonya amat nikmat, ngaldu banget. Belum lagi, di sini juga ada label halalnya gitu di outletnya, jadi aku yakin dong jajan bakso di sini. Bakso titoti ini memang sudah terkenal outletnya di mana-mana. Ada juga sih di sekitaran Jakarta bagian lain, tidak hanya di Jakarta Barat ((Kebon Jeruk saja).



Bakso Titoti Kebon Jeruk
Photo by @MrindraMulia (www.pergikuliner.com)


Mengusung nama Wonogiri, bisa jadi memang ownernya berasal dari Wonogiri (Jawa Tengah). Bakso di daerah Wonogiri memang terkenal enak banget loh! Karena ada suatu waktu yang membuat aku pernah stay beberapa hari di sana dan mencicipi bakso Wonogiri yang memang asli enak banget. Seperti outlet bakso lainnya, di sini juga tersedia beragam varian bakso, seperti bakso urat, bakso telur, serta bakso special (dengan tahu, kikil, urat dan telur). Di sini juga disediakan nasi ayam goreng kampung, siomay ikan, dan juga mie ayam. Ada juga beragam varian minuman, seperti es campur,dan masih banyak lagi varian es yang disediakan.


Jika ke sana, outlet ini pasti selalu ramai pengunjung, apalagi weekend, wajar sih karena rasa yang ditawarkan juga enak menurutku. Untuk harga dibanderol dari harga sekitaran Rp 30.000,- . Wajib coba yah kalau kalian ke Kebon Jeruk Jakbar.

 

3.      Bakso Babat Ma’Riyo Pasar Palmerah.

Urutan ketiga bakso yang enak dan halal di Jakarta Barat menurutku adalah bakso babat Ma’Riyo. Dengan mengusung tanpa menggunakan bahan pengawet, micin, borax dan halal ini, bakso ini cukup unik menurutku dari bakso kebanyakan. Di dalam mangkok bakso yang tersaji, dilengkapi dengan potongan babat sapi (kulit sapi), kemudian disajikan dengan sedikit irisan kol. Ada juga varian bakso jamur tiram (bakso yang dicampur adonannya dengan potongan jamur tiram,yang membuat tingkat gurih bakso menjadi bertambah. 



Sumber gambar Zomato

Lokasi bakso ini ada di dekat pasar Palmerah, di dekat jalan menuju stasiun KRL Palmerah. Harga bakso di sini ekonomis menurutku, sekitar Rp 18.000,- ke atas, tergantung varian bakso yang kita pesan. Ada bakso babat, bakso jamur, bakso telur, bakso urat. Di sini tersedia juga minuman es the dan es jeruk, serta teh botol. Jangan heran yah kalau ke sini,karena terkadang kita akan dilayani kasir yang menurutku usianya kisaran anak kelas 5 Sd. Tapi menurutku Adek laki-laki ini cekatan juga jadi kasir, mungkin karena darah pengusaha sudah ada dari ayahnya (pemilik usaha bakso) yah, hehe. Pokoknya kalau kalian mampir ke Palmerah, jangan lupa cicipin bakso Ma’Riyo yah.

 

Okey, itu tadi 3 varian bakso yang nikmat, halal dan recommended versi aku di daerah sekitaran Jakarta Barat. Kalau kalian penggemar bakso, berarti kita samaan dong yah. Intinya, Indonesian Culinary itu memang enak-enak sih ya, memang jempol banget aku akui. Btw, yuk ngebakso bareng!

 

Pernikahan Beda Usia

Kamis, 11 November 2021

 Jodoh adalah cerminan diri, namun dengan siapa kita akan bersanding nantinya, hanya Allah SWT yang tahu.

Sumber Gambar pngtree


            Berbicara mengenai jodoh merupakan hal yang seru pastinya, apalagi berbicara tentang, “kok bisa sama doi sih?, gimana ketemunya?.” Nah pasti itu tuh yang bikin seru. 

            Kalau aku pribadi sih nih, pertemuan dengan jodohku ya... bisa dibilang rumit,tapi bisa juga dibilang nggak. Dibilang nggak ya karena aku mencoba untuk berusaha seenjoy mungkin saat menantinya (walau aslinya berat banget ya Allah, pengen nangis, wkwk). Tapi kalau dibilang berat ya berat juga sih, soalnya aku itu sudah diminta menikah di usia 24 tahun oleh mamaku, sementara menginjak usia 27 tahun, belum juga adayang pas. 

            Btw nih ya, ada yang samaan gak nih ceritanya sama aku soal pencarian jodohnya? Ayoook cerita dong, ya kali aja kan ada yang pengalamannya sama banget sama aku, hehe. Okey aku spoiler sedikit yah kalau begitu, aku itu ketemu Pak Suami lewat facebook loh saudara-saudara, hehehe. Jadi awal kita komunikasi langsung ya lewat facebook. Sudah kebayang belum kira-kira kok akhirnya bisa jadi jodoh?, hee..

            Nah, jadi begini, aku sama Pak Suami itu sama-sama mahasiswa tadinya, di satu Universitas Negeri di Yogya. Kami berdua sama-sama mengambil kuliah di ilmu komunikasi, cuma aku ambil master, Pak Suami ambil doktoral. Kita berdua saat itu ambil kelas yang sama, sehingga ada 3 kali pertemuan kita dipersatukan di satu kelas dengan dosen yang sama. Aku kan orangnya kadang jaim gitu ya, yah jadi gengsi dong kadang kalau mau tegur duluan, yaudah karena Bapak satu ini gak pernah tegur aku, yausyudaah, aku juga gak negur dong. Padahal kita tuh sering loh ketemu di area sekitaran perpustakaan pusat Universitas. Ya di ruangan yang sama, ya pas lagi jajan di kantin perpustakaan atau pas lagi sholat di mushola perpustakaan, nah satu lagi di parkiran perpus! Haha, tapi teteup aja kita gak pernah teguran.

             Syukur alhamdulillah, pertengahan tahun 2016 aku lulus dari pendidikan pasca, aku yang dapat tawaran kerja saat itu, akhirnya memilih untuk pulang ke Kota Bengkulu untuk menjadi dosen di sana. Ya sudah, sejak saat itu, aku berpindah domisili dari Yogyakarta ke Bengkulu. Hari-hariku dipenuhi dengan mengurusi mahasiswa dan mengajar. Kalau mau dikalkulasi aku sudah memiliki lebih dari 100 mahasiswa, walaupun aku adalah dosen junior saat itu. Alhamdulillah. Memang aku dari dulu paling semangat kalau diberi amanah mengajar, karena terkadang aku seperti sedang melakukan self healing saat mengajar. Mendengar tawa canda mahasiswa di dalam kelas, atau melihat mereka yang kebingungan saat menjawab pertanyaan diskusi merupakan suatu kesenangan tersendiri bagiku.

            Di pertengahan mengajar di Bengkulu, aku merasa ada yang kurang. Rasanya aku ingin mencari peruntungan di luar Kota Bengkulu. Menurutku, prospek kerja di luar Kota Bengkulu akan menjadi lebih besar, apalagi menjadi seorang pengajar. Aku memang dari dulu suka sekali tantangan. Hal itulah yang membuatku ingin sekali bekerja di Jakarta atau Bandung. Tapi ayahku berpesan, jika ingin kerja di luar Bengkulu, maka harus menikah dulu, harus ada yang tanggung jawab di Jakarta atau Bandung, jangan sendirian di sana. Jujur aku sedih dong karena tidak diizinkan, tapi apa mau dikata, aku tetap berniat dalam hati, “Ya Allah…, semoga jodohku jauh, kalau bisa yang kerjanya di Jakarta, aamiin.” Memang sih mungkin doaku terlalu muluk, minta jodoh kok begitu syaratnya, tapi ya mau gimana, aku tetap ingin keluar Bengkulu. Tapi tetap dong yah, syarat utama adalah sholeh.

 

Pertemuan di Dunia Maya

          Antusias untuk kerja di luar Kota Bengkulu membuatku mencari-cari informasi tentang lowongan kerja dosen di luar Kota Bengkulu, salah satunya Jakarta. Saat itu, aku tak sengaja melihat temanku mengomentari status seorang dosen Binus Jakarta melalui laman facebook. Kebetulan lagi, beliau adalah dosen ilmu komunikasi. Wah, langsunglah aku kepo facebooknya, dan aku add. Ternyata beliau cepat respek, malah aku diinbox dengan kata pertamanya, “Terima kasih sudah add,” ujarnya. Ya aku balaslah pesan inbox nya. Aku langsung pura-pura sok akrab dengan mengatakan, “kita pernah satu kelas loh dulu, di kelasnya Mbak Hermin.” “Wah iya ya,” ujarnya. Kami pun bertukaran nomor WhatsApp. Aku malah heran, saat awal chat via facebook, kok beliau nanya umur saya, malah saya dibilang, “Mbaknya sudah menikah ya? Mbaknya umur 35 ya?,” chatnya saat itu. Lah aku jawablah, “apa iya aku terlihat setua itu? Lagian aku ini belum menikah loh."


Sumber Gambar Kompas.com


            Perbincangan kami pun berlanjut melalui pesan WhatsApp. Aku merasa agak aneh juga, kenapa orang ini senantiasa menanyakan hal-hal personal, seperti ayahnya kerja di mana? Berapa bersaudara? Ibu kerja di mana? Rencana memang mau mengajar di Bengkulu saja atau bagaimana?. Aku yang notabene saat itu sudah berusia 27 tahun pasti risih dong ditanya seperti itu. Akhirnya aku cerita lah sama teman dekatku, aku bilang, coba kamu tanya sama bapak dosen itu sebenarnya mau apa? Kalau mau cari jodoh, ya lamar saja, toh aku memang lagi cari jodoh juga. Tapi kalau cuma mau Wa saja, mendingan  jangan sama aku, karena aku sibuk. Lagian menurutku usia 27 tahun itu bukan masanya lagi untuk main-main.

            Singkat cerita, temanku memang bertanya langsung pada bapak dosen ini via inbox facebook. Pertanyaannya sama seperti yang aku anjurkan, tanpa editing sedikit pun (hehe). Ternyata memang tujuan beliau bertanya iniitu padaku karena ingin mencari jodoh. 

        Aku berpesan kembali pada temanku untuk menyampaikan pesan padanya, "kalau memang serius silahkan ke Bengkulu bertemu langsung dengan kedua orang tuaku," itu saja pesanku. Lalu beliau menjawab, "ya nanti saya akan ke Bengkulu jika saya sudah sidang disertasi dan dinyatakan lulus S3," ujarnya pada temanku mellaui inbox fb. Aku pun mengiyakan ketika diceritakan perihal pesan tersebut oleh temanku, karena jujur saja aku cuma menguji keseriusan beliau saja saat itu, tidak terlalu menganggap serius. Kami malah sempat lost contact beberapa waktu.


Keputusan Menikah

            Tahun 2018 hampir tiba, sementara jodoh tak kunjung tiba. Bukan sekali dua waktu ada saja yang ingin memberikan niat baiknya padaku. Bahkan ada Ustad kondang dari Yogya khusus datang kerumahku menawarkan koleganya yang sedang mencari jodoh. Ustad tersebut berkata bahwa ada koleganya yang merupakan pemilik Rumah Qurban Yogyakarta yang sedang mencari jodoh. Beliau berkata bahwa pemuda tersebut adalah seorang pemuda sholeh. Tapi entah mengapa, ketika melihat proposal taarufnya, aku agak keberatan, ada rasa kurang klop. Belum lagi ada juga teman saat kuliah dulu, yang sempat juga mendekati, tapi ketika aku tanya keseriusannya, dia malah bilang, “saat ini aku belum jadi dosen, toh impianmu kan  menikah dengan seorang dosen.” Padahal menurutku itu cuma pernyataan ujian saja dariku, kalau memang serius, toh pasti akan melamar, bukan malah mundur sebelum maju.

            Dalam masa menanti jodoh, aku berusaha untuk tetap fokus mengajar. Aku berusaha jadi orang yang lurus, tidak ingin macam-macam, tidak ingin yang aneh-aneh. Pokoknya berusaha baik. Berusaha mempersiapkan diri sebaik mungkin, walau entah jodoh kapan datangnya. Aku mulai mempersiapkan diri dengan banyak latihan memasak, berusaha untuk selalu tampil bersih dan rapi, tak lupa juga untuk rajin membersihkan rumah. Pokoknya aku benar-benar berusaha ingin menjadi baik. Aku juga sempat mengikuti sekolah pranikah yang diadakan di Kota Bengkulu saat itu. Menurutku sekolah pranikah itu sangat penting bagi orang yang ingin menikah, karena menikah itu ibadah seumur hidup, maka sangat dibutuhkan ilmunya.

            Sudah banyak sekali persiapan yang kulakukan, doa pun sudah. Aku hanya tinggal menunggu jawaban Allah atas doa-doaku. “Ya Allah siapa saja yang akan melamarku di waktu dekat ini dan dia adalah orang yang sholeh, akan aku terima, sama sekali tak akan kutolak. Siapa pun itu, yang serius ke rumah bertemu dengan kedua orang tuaku," doaku saat itu.

            Sekitar tujuh bulan lamanya aku berikhtiar, akhirnya doaku terjawab. Entah darimana pasalnya, beliau yang dulunya pernah menjanjikan akan datang ke Kota Bengkulu usai ujian disertasi, benar-benar memenuhi janjinya. Entah angin apa juga yang membuatku harus memenuhi janji akan doaku, siapapun yang akan ke rumahku dan berniat akan melamar, makakan aku terima. Usai pertemuan pertama di rumah orang tuaku, ia sama sekali belum menyampaikan maksud kedantangannya, hanya semacam  silaturahmi biasa. Namun saat ia kembali ke Jakarta, ia justru mengatakan padaku bahwa lebih baik aku dan dia menikah dalam waktu dekat ini dan aku pun menyetujui.

            Aku sama sekali tak menyangka, kalau jawaban dari doaku adalah beliau. Jika dibandingkan, umur kami sangatlah berbeda, aku saat itu berusia 27 tahun, sementara beliau 37 tahun. Kami terpaut usia 10 tahun. 


Sumber Gambar dekoruma.com


            Saat itu kakakku sempat ragu, “apa kamu yakin akan menikah dengan orang yang usia nya terpaut 10 tahun?, jauh loh jarak usianya.” Ya tentu saja aku menjawab yakin, sambil dalam hati  berbisik, "toh aku sudah berdoa pada Allah, siapapun  yang akan melamar dengan serius datang ke rumah dan bertemu Ibu dan Ayah, maka dialah yang akan aku terima."

             Seperti semesta mendukung, persiapan pernikahan kami hanyalah sekitar 3 bulan saja. Kami menikah di tanggal 20 Januari 2018 di Kota Bengkulu. Allah benar-benar menjawab doaku, aku menikah dengan orang jauh, yang asli Pulau Muna, Sulawesi Tenggara dan juga tentunya orang ini tidak bekerja di Bengkulu. MasyaAllah.


Suka Duka Pernikahan

            Menikah beda usia, tentu banyak suka dukanya. Tapi menurutku ketika kita paham ritmenya dan mampu menyesuaikan, maka segalanya bisa saja dilalui. Memang suami sudah sangat senior, saat ini beliau adalah salah satu dosen yang cukup senior di kampus, kiprahnya sangat jauh jika dbandingkan aku. Tapi aku tentu menjadikan itu semua sebagai lecutan semangat.

            Menikah beda usia, justru membuatku mawas diri, bahwa aku harus benar-benar paham menempatkan segala sesuatu sesuai porsinya. Sebagai istri harus mampu menjaga marwah dan kehormatan keluarga. Kita harus mampu menjaga nama baik keluarga. Sebagai istri, kita juga harus mampu menempatkan diri dengan baik.

            Bismillah, memang menikah tak selamanya indah, pasti ada ujian di dalamnya. Tetapi jika diniatkan ibadah, maka kita akan senantiasa bersyukur dan berusaha untuk melewati itu semua dengan baik. Semoga akan menjadi sakinah selamanya. Aamiin.

Aku dan Klinik (Kandungan) Kartika Jakarta Barat

Kamis, 04 November 2021

Relasi antar pribadi seorang pasien dan dokter haruslah baik, apalagi pasien adalah seorang ibu yang sedang mengandung.


Awal Kehamilan

            Waktu awal hamil dulu aku baru saja hijrah dari Bengkulu ke Jakarta Barat. So, aku sama sekali masih minim info tentang beberapa tempat penting yang ada di sini. Ditambah kondisiku yang baru saja resign kerja dari dosen di Bengkulu dan memilih menjadi full time Wife, membuat circle kehidupanku menjadi terbatas. Aku hanya memiliki beberapa tetangga ibu-ibu yang kumintai pendapatnya mengenai klinik kesehatan, terutama klinik yang berkaitan dengan kandungan.

            Qadarullah, awal pernikahanku, Februari 2018, aku sempat merasakan kondisi yang agak aneh pada siklus bulananku. Aku sempat seperti orang yang sedang haid 1 hari, namun berhenti di keesokan harinya. Suami sampai bilang, “jangan-jangan kamu bukan haid?.” Tapi aku tetap kekeuh bahwa aku haid walau memang kondisi saat itu memang haidku hanya 1 hari saja. Aku meyakinkan diri saja, bisa jadi karena kecapekan, jadi berhenti sehari, terus besok haid lagi, karena memang aku pernah begitu saat dulu. Tapi qadarullah, haidku saat itu benar-benar 1 hari. Aku makin bingung, sementara perutku sakit seperti orang yang lagi nyeri haid, tapi kok haidnya malah berhenti?.

            Aku pun mencoba menghubungi temanku saat itu yang sudah memiliki dua anak. Aku mintai pendapatnya. Ia menyarankan kepadaku untuk membeli testpack. Tapi menurutku kok malah harus testpack sih?, kan kemarin haid?. Jujur aku bingung, tapi temanku masih saja meyakinkanku untuk membeli testpack. Aku masih saja belum yakin, hari itu juga kuhubungi iparku via telepon. Iparku sudah memiliki dua orang anak, jadi menurutku ia pasti berpengalaman. Sarannya pun sama, coba beli testpack esok hari, coba saat bangun tidur di shubuh hari. Aku pun segera menghubungi suami, aku memintanya untuk membelikanku testpack di apotik saat pulang kerja.

            Keesokan pagi, untuk pertama kalinya aku tes kehamilan menggunakan testpack. Hasil dua testpack dengan merk berbeda sama-sama dua garis, namun garis yang satu lagi samar-samar. Aku masih belum yakin, apa iya aku hamil?, toh yang satu itu garisnya samar-samar. Daripada aku tambah bingung, aku minta kepada suami untuk diantar ke salah satu Rumah Sakit di daerah Jakarta Barat. Suamiku mengiyakan, ia akan mengantarkanku ke RS sebentar sebelum akhirnya ke kantor, kemudian aku akan mengantri dokter sendiri nanti di sana. Suamiku meminta agar aku memilih dokter kandungan perempuan saja. Aku pun mengiyakan.

            Tiba di tempat pendaftaran, aku mendapat kabar bahwa dokter kandungan yang perempuan baru akan praktek sekitar jam 11.30 wib. Menurutku itu waktu yang cukup lama, sementara aku di sini sendirian, tidak ada teman, apalagi kenalan. Baterai handphone pun tinggal sedikit, aku tak membawa casan atau pun powerbank. Ya Allah, rasanya ngenes, mana buku bacaan pun aku tak bawa. Tapi suamiku tetap kekeuh agar aku menunggu dokter perempuan datang. Aku pun sabar menanti, sementara orang-orang sudah silih berganti datag ke ruangan praktek. FYI, di Rumah Sakit ini, praktek dokter kandungan tidak hanya satu, melainkan ada beberapa dokter, sekitar 5 dokter, namun dokter perempuan saat itu hanya ada 3 dokter yang notabene praktek di siang atau sore hari.

            Saat aku sudah jenuh menunggu, ada seorang ibu paruh baya menegurku, “Mbak nya mau ke Dokter siapa?, mau periksa kehamilan ya?,”

            “Iya Bu, saya menunggu dokter perempuan Bu,” ujarku.

            “Oh sama seperti anak saya, suaminya juga sarankan begitu, tapi dokter perempuannya juga belum hadir tuh, ini sudah mau jam 12.00 wib. Kami juga sudah menunggu sejak pagi. Kalau menurut saya, tidak apa Mbak dokter kandungannya laki-laki, toh nanti di dalam juga ada perawat kok, jadi aman. Daripada capek menunggu lama.”

            “Iya sih Bu, sebentar saya izin suami dulu Bu, iya saya juga sudah capek Bu ini, menunggu dari pagi,” aku pun mencoba untuk menghubungi suami dan meminta izin.

            Alhamdulillah suami mengizinkanku setelah aku yakinkan. Aku pun mendaftar ke Dokter Kandungan laki-laki. Saat diperiksa, dokter mengatakan bahwa ini sudah ada detak jantungnya. Usia kandungan sudah 4 minggu, insyaAllah jika bayi sehat, akan lahir di bulan Oktober 2018. Aku agak terkejut saat itu, antara senang tapi kaget, bisa dibilang juga belum siap. Tapi aku mencoba untuk membesarkan hati, aku siap jadi ibu, insyaAllah.

 

Berganti-Ganti Dokter Kandungan

Sumber Gambar pngdownload.id

            Pengetahuan akan dokter praktek kandungan di Jakarta Barat yang masih minim, membuatku akhirnya memilih Rumah Sakit untuk tempat kontrol awal kehamilan hingga usia kehamilan sekitar 4 bulan. Atas saran suami, aku pun harus memeriksakan kandungan dengan dokter kandungan perempuan. Namun, aku sama sekali tak nyaman jika harus menunggu antrian hingga setengah hari setiap ingin memeriksakan kandungan. Belum lagi perasaan kurang klop yang kudapatkan saat konsultasi dengan dokter di sana, membuatku sempat beberapa kali ganti dokter kandungan.

            Aku pun mengatakan pada suami untuk mencari klinik kandungan yang lain saja, jangan ke Rumah Sakit. Rasanya sungguh melelahkan ketika mengambil nomor antrian jam 5.30 wib sementara dokter hadir dalam waktu yang kurang bisa diprediksi. Aku akui dokter perempuan di sana ada yang menjelaskan kondisi kandunganku secara mendetail, namun secara psikologis aku merasa kurang klop saja. Sudah dua dokter yang terkadang aku bertanya, justru malah menjawab dengan kalimat pedas dan menurutku kurang sesuai. Aku sempat pulang dengan menangis karena sebal dengan tanggapan salah satu dokter kandungan yang mengatakan bahwa aku hobi ‘jajan dokter’ karena sering gonta ganti dokter kandungan. “Terus selanjutnya Ibu mau ke dokter mana lagi Bu?,” kata-kata itu masih terngiang di pikiranku hingga saat ini.

            Menurutku, tidak seharusnya seorang dokter kandungan berkata pedas apalagi sampai menyindir seorang pasien dengan notabene sedang hamil. Wajar jika seorang pasien secara pribadi mengganti dokter spesialis yang ia datangi, toh secara pribadi ia membayar, tidak gratis. Wajar jika ia ingin mendapatkan pelayanan yang baik dan professional, baik secara penanganan ataupun relasi antar pribadi. Wajar jika seorang ibu hamil yang baru pertama hamil memiliki beberapa pertanyaan, tak ada salahnya untuk menjawab dengan baik dan ramah, bukan malah menjawab dengan kalimat yang pedas, alih-alih menyindir.

Bertemu Klinik Kartika

            Akibat dari istilah ‘jajan dokter’, aku pun sama sekali tak ingin kembali lagi ke RS itu untuk memeriksakan kandungan. Aku berusaha untuk mencari klinik kandungan yang ada di sekitaran Palmerah, Jakarta Barat. Bertemulah aku dengan Klinik Kartika, Tomang, Jakarta Barat. Aku mencari informasi terkait klinik ini melalui google. Dengan mengendarai gocar, aku dan suami pun mengunjungi klinik kartika. Di sana banyak dokter kandungan perempuan. Kliniknya pun tidak terlalu besar, namun juga melayani proses lahiran normal.

            Di sana aku bertemu dengan dokter kandungan yang amat ramah, bersedia aku tanyakan apa saja terkait kehamilan. Aku sangat ingat tentang dokter Raisa, SPOg yang seringkali aku temui. Dokter Raisa amat ramah, dan lagi dokter Raisa berparas cantik, sepertinya keturunan Chinese. Sebenarnya aku sangat berharap konsultasi dengan Dokter Kartika Hapsari, SP.OG-FNVOG. Kabarnya Dokter Kartika amat sangat ramah.

            Permintaanku dikabulkan Allah, walau saat itu aku konsultasi untuk terakhir kalinya sebelum akhirnya aku terbang ke Bengkulu, karena memilih bersalin di Bengkulu. Dokter Kartika memang sangat ramah, orangnya asyik diajak konsultasi, beliau sangat welcome dengan beberapa pertanyaan yang aku berikan. Aku sampai berniat untuk konsultasi dengan dokter ini lagi nantinya kalau untuk kehamilan anak kedua. Pokoknya kalau bisa, ingin ditangani dokter Kartika, aamiin.

            Klinik Kartika beralamat di Jalan Kamboja Raya No. 19B, Bambu Utara, Palmerah, RT.12/RW.5, Kota Bambu Utara, Kecamatan. Palmerah, Jakarta Barat. Klinik ini memang tidak terlalu besar dari segi bangunan. Lantai 1 digunakan untuk praktek dokter serta ruang tunggu dan pendaftaran, sementara lantai 2 untuk ruangan persalinan dan rawat inap. Info lebih lanjut bisa follow instagram Klinik Kartika.

            Di klinik kartika tersedia fasilitas USG 2dimensi – 4 dimensi, pemasangan IUD, konsultasi terkait Rahim, USG transvaginal, beserta layanan papsmear. Dokter yang praktek pun merupakan para dokter spesialis kandungan yang sudah ahli di bidangnya dan yang terpenting adalah sangat welcome. Info banget nih buat para Bunda yang ingin memeriksakan kandungannya, kalau menurutku sih ke klinik Kartika Tomang Jakarta Barat aja.