Top Social

Pernikahan Beda Usia

Kamis, 11 November 2021

 Jodoh adalah cerminan diri, namun dengan siapa kita akan bersanding nantinya, hanya Allah SWT yang tahu.

Sumber Gambar pngtree


            Berbicara mengenai jodoh merupakan hal yang seru pastinya, apalagi berbicara tentang, “kok bisa sama doi sih?, gimana ketemunya?.” Nah pasti itu tuh yang bikin seru. 

            Kalau aku pribadi sih nih, pertemuan dengan jodohku ya... bisa dibilang rumit,tapi bisa juga dibilang nggak. Dibilang nggak ya karena aku mencoba untuk berusaha seenjoy mungkin saat menantinya (walau aslinya berat banget ya Allah, pengen nangis, wkwk). Tapi kalau dibilang berat ya berat juga sih, soalnya aku itu sudah diminta menikah di usia 24 tahun oleh mamaku, sementara menginjak usia 27 tahun, belum juga adayang pas. 

            Btw nih ya, ada yang samaan gak nih ceritanya sama aku soal pencarian jodohnya? Ayoook cerita dong, ya kali aja kan ada yang pengalamannya sama banget sama aku, hehe. Okey aku spoiler sedikit yah kalau begitu, aku itu ketemu Pak Suami lewat facebook loh saudara-saudara, hehehe. Jadi awal kita komunikasi langsung ya lewat facebook. Sudah kebayang belum kira-kira kok akhirnya bisa jadi jodoh?, hee..

            Nah, jadi begini, aku sama Pak Suami itu sama-sama mahasiswa tadinya, di satu Universitas Negeri di Yogya. Kami berdua sama-sama mengambil kuliah di ilmu komunikasi, cuma aku ambil master, Pak Suami ambil doktoral. Kita berdua saat itu ambil kelas yang sama, sehingga ada 3 kali pertemuan kita dipersatukan di satu kelas dengan dosen yang sama. Aku kan orangnya kadang jaim gitu ya, yah jadi gengsi dong kadang kalau mau tegur duluan, yaudah karena Bapak satu ini gak pernah tegur aku, yausyudaah, aku juga gak negur dong. Padahal kita tuh sering loh ketemu di area sekitaran perpustakaan pusat Universitas. Ya di ruangan yang sama, ya pas lagi jajan di kantin perpustakaan atau pas lagi sholat di mushola perpustakaan, nah satu lagi di parkiran perpus! Haha, tapi teteup aja kita gak pernah teguran.

             Syukur alhamdulillah, pertengahan tahun 2016 aku lulus dari pendidikan pasca, aku yang dapat tawaran kerja saat itu, akhirnya memilih untuk pulang ke Kota Bengkulu untuk menjadi dosen di sana. Ya sudah, sejak saat itu, aku berpindah domisili dari Yogyakarta ke Bengkulu. Hari-hariku dipenuhi dengan mengurusi mahasiswa dan mengajar. Kalau mau dikalkulasi aku sudah memiliki lebih dari 100 mahasiswa, walaupun aku adalah dosen junior saat itu. Alhamdulillah. Memang aku dari dulu paling semangat kalau diberi amanah mengajar, karena terkadang aku seperti sedang melakukan self healing saat mengajar. Mendengar tawa canda mahasiswa di dalam kelas, atau melihat mereka yang kebingungan saat menjawab pertanyaan diskusi merupakan suatu kesenangan tersendiri bagiku.

            Di pertengahan mengajar di Bengkulu, aku merasa ada yang kurang. Rasanya aku ingin mencari peruntungan di luar Kota Bengkulu. Menurutku, prospek kerja di luar Kota Bengkulu akan menjadi lebih besar, apalagi menjadi seorang pengajar. Aku memang dari dulu suka sekali tantangan. Hal itulah yang membuatku ingin sekali bekerja di Jakarta atau Bandung. Tapi ayahku berpesan, jika ingin kerja di luar Bengkulu, maka harus menikah dulu, harus ada yang tanggung jawab di Jakarta atau Bandung, jangan sendirian di sana. Jujur aku sedih dong karena tidak diizinkan, tapi apa mau dikata, aku tetap berniat dalam hati, “Ya Allah…, semoga jodohku jauh, kalau bisa yang kerjanya di Jakarta, aamiin.” Memang sih mungkin doaku terlalu muluk, minta jodoh kok begitu syaratnya, tapi ya mau gimana, aku tetap ingin keluar Bengkulu. Tapi tetap dong yah, syarat utama adalah sholeh.

 

Pertemuan di Dunia Maya

          Antusias untuk kerja di luar Kota Bengkulu membuatku mencari-cari informasi tentang lowongan kerja dosen di luar Kota Bengkulu, salah satunya Jakarta. Saat itu, aku tak sengaja melihat temanku mengomentari status seorang dosen Binus Jakarta melalui laman facebook. Kebetulan lagi, beliau adalah dosen ilmu komunikasi. Wah, langsunglah aku kepo facebooknya, dan aku add. Ternyata beliau cepat respek, malah aku diinbox dengan kata pertamanya, “Terima kasih sudah add,” ujarnya. Ya aku balaslah pesan inbox nya. Aku langsung pura-pura sok akrab dengan mengatakan, “kita pernah satu kelas loh dulu, di kelasnya Mbak Hermin.” “Wah iya ya,” ujarnya. Kami pun bertukaran nomor WhatsApp. Aku malah heran, saat awal chat via facebook, kok beliau nanya umur saya, malah saya dibilang, “Mbaknya sudah menikah ya? Mbaknya umur 35 ya?,” chatnya saat itu. Lah aku jawablah, “apa iya aku terlihat setua itu? Lagian aku ini belum menikah loh."


Sumber Gambar Kompas.com


            Perbincangan kami pun berlanjut melalui pesan WhatsApp. Aku merasa agak aneh juga, kenapa orang ini senantiasa menanyakan hal-hal personal, seperti ayahnya kerja di mana? Berapa bersaudara? Ibu kerja di mana? Rencana memang mau mengajar di Bengkulu saja atau bagaimana?. Aku yang notabene saat itu sudah berusia 27 tahun pasti risih dong ditanya seperti itu. Akhirnya aku cerita lah sama teman dekatku, aku bilang, coba kamu tanya sama bapak dosen itu sebenarnya mau apa? Kalau mau cari jodoh, ya lamar saja, toh aku memang lagi cari jodoh juga. Tapi kalau cuma mau Wa saja, mendingan  jangan sama aku, karena aku sibuk. Lagian menurutku usia 27 tahun itu bukan masanya lagi untuk main-main.

            Singkat cerita, temanku memang bertanya langsung pada bapak dosen ini via inbox facebook. Pertanyaannya sama seperti yang aku anjurkan, tanpa editing sedikit pun (hehe). Ternyata memang tujuan beliau bertanya iniitu padaku karena ingin mencari jodoh. 

        Aku berpesan kembali pada temanku untuk menyampaikan pesan padanya, "kalau memang serius silahkan ke Bengkulu bertemu langsung dengan kedua orang tuaku," itu saja pesanku. Lalu beliau menjawab, "ya nanti saya akan ke Bengkulu jika saya sudah sidang disertasi dan dinyatakan lulus S3," ujarnya pada temanku mellaui inbox fb. Aku pun mengiyakan ketika diceritakan perihal pesan tersebut oleh temanku, karena jujur saja aku cuma menguji keseriusan beliau saja saat itu, tidak terlalu menganggap serius. Kami malah sempat lost contact beberapa waktu.


Keputusan Menikah

            Tahun 2018 hampir tiba, sementara jodoh tak kunjung tiba. Bukan sekali dua waktu ada saja yang ingin memberikan niat baiknya padaku. Bahkan ada Ustad kondang dari Yogya khusus datang kerumahku menawarkan koleganya yang sedang mencari jodoh. Ustad tersebut berkata bahwa ada koleganya yang merupakan pemilik Rumah Qurban Yogyakarta yang sedang mencari jodoh. Beliau berkata bahwa pemuda tersebut adalah seorang pemuda sholeh. Tapi entah mengapa, ketika melihat proposal taarufnya, aku agak keberatan, ada rasa kurang klop. Belum lagi ada juga teman saat kuliah dulu, yang sempat juga mendekati, tapi ketika aku tanya keseriusannya, dia malah bilang, “saat ini aku belum jadi dosen, toh impianmu kan  menikah dengan seorang dosen.” Padahal menurutku itu cuma pernyataan ujian saja dariku, kalau memang serius, toh pasti akan melamar, bukan malah mundur sebelum maju.

            Dalam masa menanti jodoh, aku berusaha untuk tetap fokus mengajar. Aku berusaha jadi orang yang lurus, tidak ingin macam-macam, tidak ingin yang aneh-aneh. Pokoknya berusaha baik. Berusaha mempersiapkan diri sebaik mungkin, walau entah jodoh kapan datangnya. Aku mulai mempersiapkan diri dengan banyak latihan memasak, berusaha untuk selalu tampil bersih dan rapi, tak lupa juga untuk rajin membersihkan rumah. Pokoknya aku benar-benar berusaha ingin menjadi baik. Aku juga sempat mengikuti sekolah pranikah yang diadakan di Kota Bengkulu saat itu. Menurutku sekolah pranikah itu sangat penting bagi orang yang ingin menikah, karena menikah itu ibadah seumur hidup, maka sangat dibutuhkan ilmunya.

            Sudah banyak sekali persiapan yang kulakukan, doa pun sudah. Aku hanya tinggal menunggu jawaban Allah atas doa-doaku. “Ya Allah siapa saja yang akan melamarku di waktu dekat ini dan dia adalah orang yang sholeh, akan aku terima, sama sekali tak akan kutolak. Siapa pun itu, yang serius ke rumah bertemu dengan kedua orang tuaku," doaku saat itu.

            Sekitar tujuh bulan lamanya aku berikhtiar, akhirnya doaku terjawab. Entah darimana pasalnya, beliau yang dulunya pernah menjanjikan akan datang ke Kota Bengkulu usai ujian disertasi, benar-benar memenuhi janjinya. Entah angin apa juga yang membuatku harus memenuhi janji akan doaku, siapapun yang akan ke rumahku dan berniat akan melamar, makakan aku terima. Usai pertemuan pertama di rumah orang tuaku, ia sama sekali belum menyampaikan maksud kedantangannya, hanya semacam  silaturahmi biasa. Namun saat ia kembali ke Jakarta, ia justru mengatakan padaku bahwa lebih baik aku dan dia menikah dalam waktu dekat ini dan aku pun menyetujui.

            Aku sama sekali tak menyangka, kalau jawaban dari doaku adalah beliau. Jika dibandingkan, umur kami sangatlah berbeda, aku saat itu berusia 27 tahun, sementara beliau 37 tahun. Kami terpaut usia 10 tahun. 


Sumber Gambar dekoruma.com


            Saat itu kakakku sempat ragu, “apa kamu yakin akan menikah dengan orang yang usia nya terpaut 10 tahun?, jauh loh jarak usianya.” Ya tentu saja aku menjawab yakin, sambil dalam hati  berbisik, "toh aku sudah berdoa pada Allah, siapapun  yang akan melamar dengan serius datang ke rumah dan bertemu Ibu dan Ayah, maka dialah yang akan aku terima."

             Seperti semesta mendukung, persiapan pernikahan kami hanyalah sekitar 3 bulan saja. Kami menikah di tanggal 20 Januari 2018 di Kota Bengkulu. Allah benar-benar menjawab doaku, aku menikah dengan orang jauh, yang asli Pulau Muna, Sulawesi Tenggara dan juga tentunya orang ini tidak bekerja di Bengkulu. MasyaAllah.


Suka Duka Pernikahan

            Menikah beda usia, tentu banyak suka dukanya. Tapi menurutku ketika kita paham ritmenya dan mampu menyesuaikan, maka segalanya bisa saja dilalui. Memang suami sudah sangat senior, saat ini beliau adalah salah satu dosen yang cukup senior di kampus, kiprahnya sangat jauh jika dbandingkan aku. Tapi aku tentu menjadikan itu semua sebagai lecutan semangat.

            Menikah beda usia, justru membuatku mawas diri, bahwa aku harus benar-benar paham menempatkan segala sesuatu sesuai porsinya. Sebagai istri harus mampu menjaga marwah dan kehormatan keluarga. Kita harus mampu menjaga nama baik keluarga. Sebagai istri, kita juga harus mampu menempatkan diri dengan baik.

            Bismillah, memang menikah tak selamanya indah, pasti ada ujian di dalamnya. Tetapi jika diniatkan ibadah, maka kita akan senantiasa bersyukur dan berusaha untuk melewati itu semua dengan baik. Semoga akan menjadi sakinah selamanya. Aamiin.

4 komentar on "Pernikahan Beda Usia"
  1. Keputusan berat bagi usia di atas 25 tahun adalah mengenal sosok yang baru, apalagi kalo orang tersebut bukanlah sosok yang akrab dengan kita. Jadi ingat dulu pernah dekat dengan seseorang, tapi pas stalking media sosialnya jadi minder duluan karena dia sedang melanjutkan S2 sedangkan saya hanyaa S1...haha. emang sih perkara jodoh itu rencana Allah ﷻ, insyaAllah pilihan Allah adalah yang terbaik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah Kak, hrs bgt tuh diputuskan segera, siapa yg akan mendampingi. Sbnrnya sih cewe tu ga mandang hrs S2 atau gmn, yg penting itu sholeh dan mau tanggung jawab. Hehe. Oke Kak semangat trs ya, smg segera menemukan. hehe

      Hapus
  2. Terkadang jodoh itu datang dengan cara ga terduga ya mba :D. Bener2 rahasia Allah sih. Pak suami bener2 menepati janji datang saat disertasi nya selesai. Salut :).

    Aku sendiri ketemu pak suami skr Krn sama2 1 kantor. Jujur juga ga nyangka bakal jodoh, Krn dia mah dulu ngedekatin banyak wanita hahahahaha. Tapi aku nya juga masih ada pacar, jadi pas dia deketin, ga anggab serius :D. Bahkan setelah akhir serius pacaran, tetep aja putus nyambung Krn kami toh beda banget sifatnya. Cuma yg namanya jodoh, sapa yg tahu ;). Mau putus nyambung berkali2, tetep aja kalo Allah udah bilang itu jodoh kita, ga bakal bisa menghindari 😄.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbk betul, jujur aja aku ga nyangka nikahnya sama Pak Suami... Krn almost ga pernah teguran sblmnya. Apalg kita jauh bgt rentang usianya. Tp alhamdulillah, akhirnya aku nikah juga, stlh lama menanti, hehehe

      Hapus