Populis, satu padanan kata ini bisa jadi belum terlalu familiar di khalayak umum. Jika
dibandingkan dengan istilah demokrasi dalam dunia politik, tentunya istilah populis
masih kalah pamor. Padahal secara sadar maupun tidak, dalam dunia kepemimpinan
politik, istilah ini seringkali digunakan. Strategi populis juga acapkali
digunakan untuk meraih dukungan suara dalam pemilihan umum. Lalu, apa itu
populis?
Terminologi Populis dan Sejarah Populis.
Istilah populis hadir berdasarkan
ideologi populisme yang berarti suatu paham politik kerakyatan;
suatu ide dan aktivitas politik yang digunakan untuk memenuhi keinginan rakyat
kecil, menyejahterakan rakyat kecil (menengah ke bawah).
Kehadiran populis didasarkan pada sejarah yang
berbeda-beda pada setiap belahan dunia. Seperti di Rusia dan Amerika Serikat,
gerakan populis hadir berdasarkan bentuk perlawanan yang dilakukan oleh gerakan
petani pada pemerintah sebelumnya yang terjadi pada abad ke 19. Sementara, di
Amerika Latin dan Eropa, kehadiran populisme berlangsung menjelang abad ke 20,
ditandai dengan kehadiran Hugo Chavez di Venezuela dan hadirnya politisi Marine
Lepen dari partai Front Nation di Perancis. Khusus di Amerika Latin, kehadiran
gerakan populis didasari pada suatu bentuk perlawanan terhadap penindasan
neoliberalisme[1],
di mana kebijakan neoliberalisme yang dilakukan pemerintahan sebelumnya
menyebabkan gejolak sosial yang meresahkan, khususnya bagi kaum buruh.
Kehadiran Populis di Amerika Latin
Kehadiran populisme di Amerika Latin cukup fenomenal,
hal ini dikarenakan Hugo Chavez yang merupakan anggota militer justru lebih
mendukung gejolak perlawanan rakyat untuk melawan pemerintah pada saat itu yang
memberlakukan kebijakan neoliberalisme. Chavez membangun gerakan revolusioner
yang kemudian dikenal dengan Gerakan Revolusioner Bolivarian, di mana nama
gerakan ini terinspirasi oleh gerakan revolusioner yang dilakukan oleh seorang
pejuang revolusi Amerika Latin bernama Simon Bolivar yang berhasil mengalahkan
Spanyol dan kemudian menjadi tokoh pahlawan pujaan di beberapa negara Amerika
Latin, termasuk Venezuela.
Hugo Chavez,salah satu pemimpim dengan gaya populis di Venezuela Sumber Gambar en.wikipedia.org |
Pada gerakan revolusioner tersebut, Chavez berhasil
memenangkan pemilu pada tahun 1998, dan berhasil menduduki jabatan presiden.
Dengan membawa kebijakan populis, Chavez berhasil melaksanakan integrasi sosial
dan anti imperialisme dalam kehidupan masyarakat Venezuela.
Soyomukti (2007) dalam bukunya yang berjudul Revolusi Bolivarian Hugo Chavez dan Politik
Radikal menyebutkan beberapa kebijakan Chavez yang banyak diperuntukkan
untuk menyejahterakan rakyat kecil, seperti pemberian pinjaman tanpa bunga bagi
petani yang tidak memiliki tanah garapan dan kepada kaum perempuan melalui Bank
Pembangunan Perempuan. Berdasarkan kebijakan tersebut, ekspor pertanian
Venezuela meningkat pada tahun 2004-2005. Selain itu, Chavez juga sangat
memperhatikan program peningkatan mutu pendidikan bagi masyarakat kecil dan
memberikan jaminan kesehatan bagi warga miskin. Chavez merupakan salah satu
pemimpin yang terbukti menggunakan kebijakan populisme hingga akhir jabatannya
pada tahun 2013.
Kehadiran Populis di Eropa
Sementara itu, di Eropa, khususnya di Perancis, Marine
Lepen cukup menjadi sorotan sebagai salah satu tokoh populis, di mana sebagai
politisi Marine Lepen menggaungkan gerakan xenophobia[2].
Pada tahun 2014, Lepen yang berasal dari partai Front Nationale berhasil meraih
suara terbanyak pada pemilu legislatif di Perancis. Marine mengungkapkan bahwa
kemenangannya merupakan suatu bukti bahwa rakyat telah bersuara lantang dan
keras, mereka tidak ingin dipimpin lagi oleh para komisioner Uni Eropa dan
teknokrat yang tidak melalui tahap pemilihan[3].
Marine Lepen Sumber Gambar dailymail.co.uk |
Kemenangan Marine Lepen menandakan terdapatnya suatu
bentuk peralihan yang terjadi pada masyarakat Eropa dalam hal dukungan politik,
di mana sebelum kehadiran Marine Lepen masyarakat Eropa cenderung mendukung
para politisi-politisi yang membawa kebijakan mainstream. Swoboda dan Jan
Marinus (2008) dalam tulisannya yang berjudul Consolidating New Democracies menerangkan bahwa alasan orang-orang
Eropa berpaling dari politik mainstream dan
kemudian beralih pada populisme dikarenakan adanya kekhawatiran akan perilaku
pemerintahan sebelumnya yang cenderung korup. Swoboda dan Jan Marinus
melanjutkan bahwa, para politisi populis di Eropa lebih disukai karena
cenderung menawarkan solusi yang realistis bagi beberapa permasalahan yang
sedang menimpa masyarakat.
Kehadiran Populis di Asia
Untuk wilayah Asia sendiri, kehadiran populisme
ditandai dengan kehadiran para pemimpin-pemimpin populis, seperti hadirnya
Thaksin Shinawatra di Thailand pada tahun 2001 yang berhasil memenangkan pemilu
dan kemudian menduduki
jabatan sebagai perdana menteri. Sementara itu, di Filipina, hadir nama Estrada
sebagai tokoh pemimpin populis Filipina yang berhasil meraih dukungan massa
pada pemilu tahun 1998 dan pada akhirnya berhasil menduduki jabatan sebagai
presiden. Sebagai pemimpin yang berlatar belakang seorang aktor (entertainment), Estrada berhasil
mendulang dukungan massa dengan menawarkan program penanggulangan kemiskinan di
Filipina. Sementara itu, di Korea Selatan hadir tokoh populis, Roh Moo Hyun’s
yang berhasil memenangkan pemilu tahun 2002 dengan membawa program memberantas
korupsi dan anti Amerika.
Kehadiran beberapa tokoh populis yang menandai
kemunculan populisme, menandakan bahwa populisme merupakan suatu bentuk
ideologi politik yang cukup diperhitungkan dalam dunia politik, khususnya yang
berkaitan dengan gaya kepemimpinan. Hingga saat ini, gaya kepemimpinan populis
masih saja menarik perhatian masyarakat, khususnya ketika berlangsungnya
kampanye politik, di mana di dalam masa ini perebutan kekuasaan merupakan suatu
agenda yang amat diperhitungkan oleh para politisi yang sedang bertarung.
Kehadiran Populis di Indonesia
Di
Indonesia sendiri, untuk gaya kepemimpinan populis sudah seringkali digunakan
dari zaman Soeharto, hingga yang paling kentara saat ini adalah gaya
kepemimpinan yang digunakan oleh Bapak Jokowi (terkhusus saat masa kampanye
politik berlangsung. Dahulu, Soeharto semasa masa kepemimpinannya seringkali
duduk minum teh bersama para petani, mendengarkan 'suara petani' langsung dari sawah, ditambah simbol penggunaan topi petani di
pinggir sawah seringkali ditampilkan pada media saat itu.
Untuk selanjutnya, gaya kepemimpinan populis seringkali dicitrakan oleh Bapak Jokowi, di mana dalam memilih tampilan, beliau seringkali menggunakan tampilan sederhana.
Jokowi Sumber Gambar news.detik.com |
Belum lagi istilah blusukan yang sangat lekat pada kepemimpinan Jokowi saat awal menginjakkan kaki di dunia politik saat menjabat sebagai walikota Solo tahun 2005, beberapa tahun sebelum kemudian menjadi gubernur Jakarta dan selanjutnya menjadi Presided RI saat ini.
Gaya kepemimpinan populis yang dipahami sebagai gaya kepemimpinan yang dekat dengan rakyat kecil ini banyak digunakan hingga saat ini, baik dalam skala kepemimpinan nasional maupun daerah. Namun tentu saja, kita sama-sama sepakat bahwa gaya kepemimpinan ini seharusnya senantiasa bertahan hingga masa kepemimpinan berlangsung, bukan hanya digunakan saat kampanye politik saja.
[1] Neoliberalisme merupakan
suatu paham ekonomi, di mana negara meletakkan seluruh keputusan ekonomi pada
pasar, contohnya negara tak campur tangan dalam penentuan upah pekerja,
diserahkan penuh keputusan kepada pemilik kerja dan pekerja (sumber :cnnindonesia.com)
[2] Suatu gerakan anti terhadap orang asing, yang hadir dari kalangan
moderat. Kehadiran gerakan ini ingin mengurangi imigrasi secara besar-besaran.
[3] http://news.liputan6.com/read/2054876/guncangan-untuk-eropa-partai-sayap-kanan-menang-pemilu-prancis, diakses
pada tanggal 2 Januari 2021
Wah, dapat pengetahuan baru. Sebelumnya ngga tahu tentang politik populis ini...
BalasHapusPemimpin adalah panutan. Kedekatannya dengan rakyat semestinya menjadi energi untuk senantiasa mengeksekusi kebijakan pro rakyat.
BalasHapusDulu pernah belajar dikit tentang politik populis, makasih ya mba udah sharing tentang ini. Jadi kaya mengulang pelajaran zaman sekolah :))
BalasHapusDapat informasi lebih dalam dan detail nih tentang politik populis. Jadi makin melek politik deh.
BalasHapusOh jadi kepemi.pinan pak Jokowi ini manganut pitik populis ya. Aku baru ngeh setelah baca tylisan ini....good info deh
BalasHapusOo jadi itu ya arti populis, baru dapat istilah itu yue hehe
BalasHapusberharap si merakyat nya pempimpin bukan hanya dari tampilan tapi juga kebijakan
Berat ini kajiannya mbak. Hehee.. Aku gak terlalu suka sama politik tapi seru sih ilmu politik.
BalasHapusPolitik terkadang terkesan menyeramkan. Tapi jika kita benar-benar faham aturan mainnya, ia akan menjadi menyenangkan
BalasHapussekarang uah hampir gak pernah liat pak jokowi blusukan nih, hehehe. ganti gaya apa yah
BalasHapuskukira populis iyu ada kaitannya ama populer, hehehe. mirip tapi tenyata beda sekali bedanya yah buk dosen. terima kasih ulasannya
BalasHapus